Blog Archive
My Facebook
Friday, June 10, 2011
Mendorong Tenaga Kesehatan Semakin Berkualitas
Body: Sebut istilah KB, ibu, dan bayi. Selain dokter, apa yang terbayang? Tentu sosok perempuan berbaju seragam putih khas medis, dan di kepalanya ada topi penutup kepala khusus. Mereka adalah para bidan, yang merupakan tenaga kesehatan terdepan yang berhubungan langsung dengan pelayanan KB di lapangan. Bidan mendominasi pelayanan sekitar 75 persen.
Begitu penting dan besarnya peranan bidan, setiap saat organisasi yang memayungi profesi ini, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), terus meningkatkan keberadaan bidan, baik dari kualitas, jumlah, maupun tingkat profesionalisme.
Bagaimana kualitas tenaga bidan di Indonesia saat ini? Apakah benar-benar sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat? Ketua Umum IBI, Harni Koesno, mengaku sulit memberikan penilaian. Dari sisi distribusi bidan, hingga saat ini belum merata. Setiap desa di Indonesia belum terdapat tenaga bidan dan sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Sekarang jumlah bidan di Indonesia seluruhnya ada 52 ribu orang. Sebagian di antara mereka adalah anggota IBI, sedangkan yang lainnya tidak. Dari sisi tingkat pendidikan, kebanyakan bidan lulusan D1 dan D3.
”Hingga kini program S1 kebidanan belum ada. Ini yang terus kami dorong untuk segera terwujud,” ungkap Harni kepada Republika. IBI, lanjutnya, sudah menyusun area kompetensinya. Sejumlah perguruan tinggi menyatakan bersedia membuka program S1 tentang kebidanan. Di antaranya Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan universitas di Malang. Diharapkan, pada 2006 ini program S1 bidan tersebut sudah bisa direalisasikan.
Bidan delima
Harni mengemukakan, selain bidan desa, juga ada bidan delima. Mereka adalah bidan yang telah memenuhi standar dan kualifikasi yang ditetapkan IBI. Jumlahnya saat ini 3.161 orang dan belum tersebar secara merata. Bidan delima hanya terdapat di sembilan provinsi. DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DIY, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.
Di provinsi yang lain belum ada bidan delima. Fokus kami memang memperkuat sembilan provinsi ini. Setelah itu baru kami akan kembangkan di provinsi lain, seperti Nanggroe Aceh Darussalam dan Banten,” lanjut Harni.
Untuk meningkatkan kualitas SDM bidan pihak IBI memiliki sejumlah program rutin. Di antaranya program pelatihan dan pendidikan berkelanjutan bekerja sama dengan Jaringan Nasional Pelatihan Klinik (JNPK).
Di tingkat provinsi, pelatihan diadakan di pusat pelatihan klinik sekunder. Sedangkan di kabupaten/kota kegiatan ini diadakan di pusat pelatihan klinik primer.
Pada pelatihan tersebut kemampuan para bidan di-up date. Materi pelatihan yang diberikan di antaranya tentang pengasuhan pascakeguguran, pengasuhan persalinan normal, dan penanganan obstetric neo natal emergensi dasar.
Untuk meningkatkan kompetensi bidan IBI juga mendorong bidan yang masih berpendidikan D1 untuk melanjutkan ke D3. Pembenahan-pembenahan itu akan terus dilakukan IB hingga sesuai dengan visi pendidikan IBI, bahwa pada 2010 seluruh bidan di Indonesia berpendidikan minimal D3.
Begitu penting dan besarnya peranan bidan, setiap saat organisasi yang memayungi profesi ini, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), terus meningkatkan keberadaan bidan, baik dari kualitas, jumlah, maupun tingkat profesionalisme.
Bagaimana kualitas tenaga bidan di Indonesia saat ini? Apakah benar-benar sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat? Ketua Umum IBI, Harni Koesno, mengaku sulit memberikan penilaian. Dari sisi distribusi bidan, hingga saat ini belum merata. Setiap desa di Indonesia belum terdapat tenaga bidan dan sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Sekarang jumlah bidan di Indonesia seluruhnya ada 52 ribu orang. Sebagian di antara mereka adalah anggota IBI, sedangkan yang lainnya tidak. Dari sisi tingkat pendidikan, kebanyakan bidan lulusan D1 dan D3.
”Hingga kini program S1 kebidanan belum ada. Ini yang terus kami dorong untuk segera terwujud,” ungkap Harni kepada Republika. IBI, lanjutnya, sudah menyusun area kompetensinya. Sejumlah perguruan tinggi menyatakan bersedia membuka program S1 tentang kebidanan. Di antaranya Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan universitas di Malang. Diharapkan, pada 2006 ini program S1 bidan tersebut sudah bisa direalisasikan.
Bidan delima
Harni mengemukakan, selain bidan desa, juga ada bidan delima. Mereka adalah bidan yang telah memenuhi standar dan kualifikasi yang ditetapkan IBI. Jumlahnya saat ini 3.161 orang dan belum tersebar secara merata. Bidan delima hanya terdapat di sembilan provinsi. DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DIY, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.
Di provinsi yang lain belum ada bidan delima. Fokus kami memang memperkuat sembilan provinsi ini. Setelah itu baru kami akan kembangkan di provinsi lain, seperti Nanggroe Aceh Darussalam dan Banten,” lanjut Harni.
Untuk meningkatkan kualitas SDM bidan pihak IBI memiliki sejumlah program rutin. Di antaranya program pelatihan dan pendidikan berkelanjutan bekerja sama dengan Jaringan Nasional Pelatihan Klinik (JNPK).
Di tingkat provinsi, pelatihan diadakan di pusat pelatihan klinik sekunder. Sedangkan di kabupaten/kota kegiatan ini diadakan di pusat pelatihan klinik primer.
Pada pelatihan tersebut kemampuan para bidan di-up date. Materi pelatihan yang diberikan di antaranya tentang pengasuhan pascakeguguran, pengasuhan persalinan normal, dan penanganan obstetric neo natal emergensi dasar.
Untuk meningkatkan kompetensi bidan IBI juga mendorong bidan yang masih berpendidikan D1 untuk melanjutkan ke D3. Pembenahan-pembenahan itu akan terus dilakukan IB hingga sesuai dengan visi pendidikan IBI, bahwa pada 2010 seluruh bidan di Indonesia berpendidikan minimal D3.
Label:
Kesehatan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Mohon jangan meninggalkan SPAM dan link-link yang negatif!!
Untuk Artikel yang berumur lebih dari 20 hari akan dimoderasi oleh Admin.